Monday, October 15, 2012

Pegunungan Kendeng Utara, Kawasan Karst Kabupaten Pati

Bagian selatan Kabupaten Pati memapar sebuah pegunungan, secara fisiografi pegunungan tersebut masuk ke dalam jajaran Antiklinorium Rembang – Madura (Bammelen, 1949) masyarakat  lebih mengenal sebagai Pegunungan Kendeng Utara. Pegunungan Kendeng Utara tersebut merupakan hamparan perbukitan batukapur yang telah mengalami proses-proses alamiah dalam batasan ruang dan waktu geologi. Produk dari dinamika bumi yang berlangsung dari masa lalu hingga saat ini telah menghasilkan suatu fenomena alam yang unik. Kita mengenalnya dengan istilah Bentang Alam Karst. Fenomena bentang alam Karst Kendeng Utara tercermin melalui banyaknya bukit-bukit kapur kerucut, munculnya mataair-mataair pada rekahan batuan, mengalirnya sungai-sungai bawah tanah dengan lorong gua sebagai koridornya.

Munculnya gerakan penolakan masyarakat secara besar-besaran terhadapa rencana investasi semen di kawasan Karst Kendeng Utara sudah terjadi sejak tahun 2008 pada saat PT Semen Gresik ingin melakukan investasi untuk mendirikan Pabrik Semen dan penambangan kawasan karst di Kecamatan Sukolilo yang akhirnya gagal terealisasi. Penolakan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap pendirian pabrik semen dan penambangan pabrik semen disebabkan karan masyarakat meyakini dampak besar yang akan terjadi di masa yang akan datang adalah :
  1. Kerusakan lingkungan kawasan karst; 
  2. Hilangnya sumber-sumber air dan sungai-sungai bawah permukaan yang ada di kawasan Karst Kendeng Utara sehingga mempengaruhi suplay air untuk penghidupan dan pertanian masyarakat; 
  3. Potensi banjir yang sudah ada akan menjadi lebih besar dan lebih lama karna hilangnya fungsi penyerap air yang memicu meningkatnya aliran permukaan pada saat musim hujan; 
  4. Hilangnya fungsi ekologis sebagai pengontrol keanekaragaman hayati di kawasan karst Kendeng Utara;
  5. Perubahan bentuk lahan yang sangat cepat;
  6. Dampak kesehatan masyarakat yang berada di sekitar pabrik dan kawasan penambangan; 
  7. Hilangnya sumber mata pencarian masyarakat petani karena perubahan lahan pertanian menjadi lahan pertambangan.
Hal-hal yang perlu diketahui tentang Pegunungan Kendeng Utara :
  1. Berdasarkan penelitian Acintyacunyata Speleological Club (ASC) Yogyakarta yang dilakukan di Kawasan Pegunungan Kendeng pada tahun 1994, 2006 dan 2008 meliputi Kabupaten Pati, Grobogan telah ditemukan 156 sumber air yang berada di semua level ketinggian 5 – 450 mdpl dan 71 goa yang sebagian besar adalah gua berair. Berdasarkan penelitian ini dinyatakan bahwa kawasan karst Kendeng Utara adalah Kawasan Karst Aktif yang masih mengalami proses karstifikasi dan memiliki sistem hidrologi yang berfungsi sebagai pengontrol ekologi di kawasan Karst Kendeng Utara;
  2. Kawasan perbukitan batu gamping di pegunungan Kendeng Utara merupakan kawasan karst yang harus di lindungi karena merupakan perbukitan yang berfungsi sebagai “Tandon Air” dari mata air-mata air yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar air baku dan pengairan lahan pertanian masyarakat;
  3. Mata air dan sistem sungai bawah tanah di Kawasan Karst Kendeng Utara bersifat perennial (mengalir sepanjang musim);
  4. Pola aliran (sistem hidrologi) yang berkembang adalah pola pengaliran paralel yang dikontrol oleh struktur geologi yang ada di kawasan tersebut. Penjajaran mata air karst pada bagian Utara dan Selatan perbukitan karst Kendeng Utara, muncul pada ketinggian kisaran 5 -350 mdpl radius 1 – 2  km dari perbukitan karst Kendeng Utara;
  5. Fungsi hidrologi di kawasan ini merupakan pengontrol utama sistem ekologi yang meliputi hubungan antara-komponen-komponen abiotik (tanah, batuan, sungai, air, dll), biotik (biota-biota gua serta flora dan fauna yang ada di kawasan karst), dan budaya (lingkungan sosial, masyarakat, kebudayaan, dan adat istiadat) yang berinteraksi antara satu dengan yang lainnya membentuk suatu ekosistem dimana karst sebagai kontrol utamanya;
  6. Perbukitan Kawasan Karst Kendeng Utara berfungsi sebagai daerah resapan dan penyimpan air untuk mata air–mata air yang mengalir di permukiman, baik di bagian Utara maupun bagian Selatan Kawasan ini. Komplek perguaan kawasan Karst Kendeng Utara memiliki potensi sumber daya air untuk kebutuhan dasar lebih dari 8.000 rumah tangga serta lebih dari 4.000 ha lahan pertaniaan sebagai sumber penghidupan mereka. Pola permukiman di kawasan tersebut semuanya mendekati pemunculan mata air-mata air, terutama pada bagian-bagian atas;
  7. Kawasan Karst Kendeng Utara merupakan pengontrol fungsi sistem hidrogeologis pegunungan Kendeng Utara;
  8. Kawasan Karst Kendeng Utara merupakan peninggalan cagar geologi yang berfungsi sebagai laboratorium alam. Bukti tersebut dikuatkan dengan banyaknya gua-gua yang berkembang baik. Gua-gua tersebut sebagian besar merupakan sungai bawah tanah aktif;
  9. Terdapat biota-biota yang hidup dikawasan karst Kendeng Utara, permukaan maupun bawah permukaan yang berfungsi sebagai pengontrol keseimbangan ekosistem kawasan Karst Sukolilo dan sekitar, seperti kelelawar penghuni gua sebagai pengontrol hama, penyebar benih tanaman dan membantu penyerbukan. Terdapat juga biota yang masuk kategori satwa dilindungi, seperti Burung Merak;
  10. Rencana penambangan batu gamping di Kawasan karst Kendeng Utara Kecamatan Kayen dan Tambakromo dipastikan akan melanggar hukum dan perundangan yang berlaku di Indonesia;
  11. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Sumber Data Mineral Nomer 398 K/40/MEM/2005, menetapkan “Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo di Kabupaten Pati, Kecamatan Brati, Kecamatan Grobogan, Kecamatan Tawangharjo, Kecamatan Wirosari dan Kecamatan Ngaringan di Kabupaten Grobogan, Kecamatan Todanan di Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah, sebagai Kawasan Karst Sukolilo”;
  12. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2008 Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah  menyatakan bahwa kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan karst adalah termasuk dalam kawasan lindung geologi sesuai dengan pasal 60 ayat 2 point c sebagai kawasan bentang alam goa dan point f sebagai kawasan bentang alam karst dikategorikan sebagai kawasan lindung geologi.

Referensi : petrasawacana

Selayang Pandang 3 (Gua Pancur)

Bagian Dalam Gua Pancur, Dekat Dengan Pintu Masuk
Sumber Air Dari Celah Gua
Kelelawar di Atap Gua
Menuju Dalam Gua
Bentuk Lorong Gua
Aliran Air Dari Dalam Gua

Sumber : Sumber 1, Sumber 2

Sumber Ndodo

Sumber Ndodo merupakan sebuah sumber mata air yang berada di kaki Pegunungan Kendeng Utara desa Jimbaran, kecamatan Kayen, Pati. Lokasinya tidak jauh dari obyek wisata Gua Pancur.

Sumber mata air ini berasal dari akar pohon Nyamplung (Calophyllum sp.) yang berdiri kokoh, tegak, dan menjulang tinggi. Di sekitarnya memang banyak pohon-pohon tua yang lain, namun dialah yang paling besar. Usianya mungkin telah ratusan tahun. Besar dan tingginya pohon membuat dia selalu lebih jelas terlihat dari kejauhan.

Dengan mata air yang mengalir di bawahnya dan sebuah punden seorang tokoh Kadipaten Pati di dekatnya, pohon ini menjadi pohon yang spesial dan dianggap sakral oleh masyarakat sekitar. Di bawah batang besar pohon ini mengalir sebuah mata air yang tak pernah kering. Mengalir sepanjang tahun meski debit airnya tak terlalu besar. Bahkan ketika kemarau panjang, ketika sumur-sumur warga kering, warga dari lain kecamatan pun ikut berduyun-duyun mendatangi mata air ini untuk mengambil air yang digunakan untuk memenuhi keperluan sehari-hari. Hingga kini, Sumber Ndodo di bawah Pohon Nyamplung tetap tak pernah sepi dari warga yang hendak mencuci, mengambil air minum, atau sekedar mandi setiap hari. Tentu saja juga tak pernah sepi dari warga yang ingin tirakat dan nenepi.

Sumber Ndodo dan Pohon Nyamplung di atasnya tak dapat dipisahkan, mereka adalah satu kesatuan yang menjadi sumber kehidupan bagi warga di sekitarnya, nafas bagi ribuan petak sawah di bawahnya. Entah apa jadinya apabila pohon penuh jasa ini ditebang atau tumbang. Mungkin yang tersisa hanya kekeringan, dan penderitaan yang mendalam.






Referensi : greenweb, virtualtourist

Sunday, October 14, 2012

Selayang Pandang 2 (Candi Miyono)

Lokasi Penemuan Candi, Samping Musholla
Stuktur Asli Batu Bata Tampak di Permukaan Tanah
Proses Penggalian
Candi Utama, Sebagian Tertimbun Pondasi Musholla
Candi Perwara 1
Candi Perwara 1
Tertimbun Pondasi Musholla
Struktur Candi Utama
Struktur Candi Utama
Temuan Gerabah dari Barat Candi Utama
Struktur Tangga, Sebelah Barat Candi Perwara
Batu Bata Kaki Candi
Artefak yang Ditemukan
Arca
Struktur Batu Bata
Area Makam Ki Ageng Gede Miyono
2 Pohon Jati di Area Makam
Area Makam
Struktur Lantai Makam yang Dibangun Menggunakan Batu Bata Candi
Sisa Artefak Kemuncak Candi
Musholla Di Area Candi
Ukuran Batu Bata Candi Sekitar 40x30 cm
Tes Pit Sebelah Barat Musholla
Tes Pit Sebelah Timur Musholla
Beberapa Bata yang Diangkat ke Permukaan, Dikumpulkan di Sebelah Selatan Musholla
Ukuran Batu Bata yang Besar
Mata Uang "Yatra Kenthang", Masih Dipergunakan Pada Masa Pra Pendudukan Jepang Sebagai Mata Uang. Sering Ditemukan di Sekitar Kampung


Candi Kayen Sumbang Teknologi Arsitektur Bata

Temuan kaki candi Hindu abad IX dan X di Dukuh Buloh, Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, menyumbang ilmu arsitektur tentang bangunan bata kuno. Temuan itu sekaligus menambah referensi tentang sejarah penyebaran agama Hindu kuno di kawasan pesisir pantai utara.

Ketua Tim Penelitian Candi Kayen Balai Arkeologi Yogyakarta TM Rita Istari menyatakan hal itu di Pati, Jumat (20/7/2012). Bersama Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah, tim meneliti dan mengekskavasi temuan itu pada 14-22 Juli. Sebagian kaki candi itu ditemukan pada 1979 oleh penduduk setempat. Baru pada 2011, Balai Arkeologi Yogyakarta mulai meneliti dan mengeksvakasi. Di lokasi itu pula ditemukan arca Siwa Mahakala dari batu putih, kemuncak candi, darpana atau bingkai cermin dari perunggu, dan antefiks atau hiasan candi.

Rita mengatakan, berdasarkan temuan kaki candi, candi dibuat dengan cara menyusun batu bata. Dua teknik menyusun yang dipakai adalah teknik "gosod" dan "takik". Teknik "gosod" merupakan cara menempelkan bata dengan menggesek-gesekkan dua batu bata setengah basah. Batu bata itu akan mengeluarkan lumpur bata yang setelah kering bisa merekat.

"Adapun teknik 'takik' merupakan cara menyambung atau memasang dua sisi bata mirip puzzle. Di satu sisi ada bagian yang menonjol dan di sisi lain ada bagian untuk memasukkan sisi yang menonjol itu," kata Rita.

Menurut Rita, batu bata yang digunakan cukup besar, yaitu panjang 39 sentimeter, lebar 25 sentimeter, dan tebal 10-11 sentimeter. Melihat bentuk bata yang simetris, kemungkinan batu bata itu dicetak menggunakan cetakan kayu.

Bangunan candi batu bata itu juga memperkaya sejarah penyebaran agama Hindu di pesisir Jawa Tengah. Selama ini, mayoritas candi Hindu terdapat di dataran tinggi karena Hinduisme menghormati gunung. "Kami juga memperkirakan lokasi temuan itu adalah desa Hindu kuno. Istilah-istilah kuno masih dikenal masyarakat setempat, seperti toyaning atau sumber air, batanan atau kawasan candi bata, dan momahan atau pasar. Namun, hal itu masih perlu dibuktikan dengan penelitian lanjutan," kata Rita.

Warga setempat sekaligus penemu candi, Nur Rochmat (37), berharap Pemerintah Kabupaten Pati mengembangkan lokasi itu sebagai tujuan wisata. Warga telah meminta agar temuan kaki atau dasar candi itu dibuka, tidak ditutup tanah lagi. "Pembukaan lokasi candi sebagai tempat wisata dapat menambah pemasukan masyarakat sekitar dengan membuka warung-warung," kata dia.

Sumber : kompas.com

Candi Kayen Diperkirakan Lebih Tua dari Candi Borobudur

Tim arkeologi dari Balai Arkeologi Yogyakarta menemukan benda cagar budaya yang berusia lebih tua dari Candi Borobudur. Dua bangunan berupa candi itu ditemukan di Desa Kayen, Kecamatan Kayen, Pati, Jawa Tengah.

Penemuan candi berawal dari laporan warga yang menemukan batu bata berukuran besar di area persawahan Dusun Minoyo. Peneliti kemudian mendatangi dan meninjau lokasi temuan.

Mereka lalu menemukan beberapa benda cagar budaya seperti struktur batu bata yang masih tertata, arca, serta artefak dari logam, dan keramik.

Ketua Tim Peneliti, Rita Astari, memperkirakan candi dibuat pada abad ke 7 hingga 8. Perkiraan didapat dari struktur dan bahan bangunan. Diduga, candi berasal dari zaman Kerajaan Mataram Kuno.

Dengan kata lain, candi itu berusia lebih tua dari Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah. Candi Borobudur dibangun sekitar abad ke 8 dan proses pembangunannya rampung pada abad ke 9.

Hingga kini, peneliti baru menemukan dua bangunan candi. Peneliti memperkirakan masih akan menemukan candi-candi lain di Desa Kayen, Pati.

Sumber : metrotvnews.com

Friday, October 12, 2012

Selayang Pandang 1

Suasana Pagi Pasar
Jalan Tengah Sawah
Suasana Sudut Sawah